Kabarterkini.co.id, Tanjungpinang – Sikap Komisi III DPR RI dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly tetap melanjutkan pembahasan sejumlah Rancangan Undang-Undang, termasuk RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan RUU Cipta Kerja di tengah pandemi virus corona atau Covid-19, menuai kritikan. Apalagi RUU dibahas banyak merugikan tenaga kerja, mengancam kemerdekaan pers dan pihak lainnya.
Ketum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat Firdaus, sebelumnya mendukung langkah Dewan Pers meminta DPR RI menunda pembahasan RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja. Kali ini penolakan di sampaikan sejumlah pengurus SMSI di setiap provinsi, termasuk SMSI Kepulauan Riau (Kepri).
“Sebaiknya DPR RI berpadu padan dengan pemerintah pusat mengatasi dampak penyebaran Covid19. Karena dampaknya sangat menggerus perekonomian masyarakat,” kata Ketua SMSI Kepri Zakmi melalui siaran pers, kemarin.
Jika DPR RI, serta Kemenkum dan HAM terus melanjutkan rencana pembahasan dua RUU itu, menurutnya, dikhawatirkan akan banyak masyarakat melanggar himbauan pemerintah. Jadi diharap DPR RI mengakomodir masukan dari masyarakat sipil maupun komunitas pers, agar tidak ada kesan suka-suka dalam membuat suatu regulasi.
“Pada Rabu 4 April lalu, Komisi III DPR RI serta Menkum dan HAM memutuskan melanjutkan pembahasan. Saat ini masyarakat dianjurkan tetap di rumah, antisipasi wabah Covid19. Lalu, ada aturan mengancam pekerja, masyarakat dan pers. Pekerja dan masyarakat bakal melakukan demo dan pers akan melakukan penolakan. Ada baiknya dua RUU itu dibahas setelah pandemi Covid-19 berakhir. Masyarakat sudah tenang, tentu pembahasan akan lebih bisa fair dan adil. Kok, terkesan nafsu sekali, hingga memanfaatkan masa pandemi Covid19, membahas aturan rawan ditentang ini. Karena merugikan pihak lain, termasuk mengancam kebebasan pers,” katanya.
Sebelumnya Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh, Ketua SMSI Pusat Firdaus, dan Depari, ungkap Zakmi, sudah mendesak DPR RI dan pemerintah menunda pembahasan berbagai rancangan perundang-undangan, termasuk RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja sampai dengan kondisi lebih kondusif.
“Proses legislasi di DPR RI akan menjadi layak jika dilaksanakan pada waktu tepat dan tanpa terburu-buru, serta mengakomodir masukan dari masyarakat serta komunitas pers. Sehingga tidak berpolemik kemudian hari,” kata Zakmi didampingi Sekretaris SMS Kepri Harianto serta Bendahara SMSI Kepri Kuncus dan sejumlah pengurus lainnya.
Dewan Pers, katanya, sudah mengajukan keberatan terhadap sejumlah pasal di RUU yang sedang digodok DPR RI itu. Sebab sebagian pasal mempengaruhi kemerdekaan Pers.
“Beberapa pasal beresiko terhadap wartawan, di antaranya Pasal 217-220 tentang Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 240 dan 241 tentang sanksi penghinaan terhadap Pemerintah, Pasal 262 dan 263 tentang Penyiaran Berita Bohong, Pasal 281 tentang Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan, Pasal 304-306 tentang Tindak Pidana Terhadap Agama, Pasal 353-354 tentang Penghinaan Terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara, Pasal 440 tentang Pencemaran Nama Baik, dan Pasal 446 tentang Pencemaran Terhadap Orang Mati serta pasal-pasal lain, draft RUU KUHP 15 September 2019,” sebutnya.
Sebelumnya, sambung Zakmi, Ketum SMSI Pusat Firdaus dan Dewan Pers menolak pembahasan RUU Cipta Kerja, khusus upaya perubahan terhadap Pasal 11 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Sesuai prediksi Ketum SMSI pusat, Covid19 ini belum tentu menyerang satu gelombang. Mungkin bisa dua gelombang atau bahkan lebih. Jadi DPR RI mestinya konsentrasi membantu pemerintah mengatur strategi memerangi Covid19, agar tidak mewabah berkepanjangan,” tutup Zakmi. (*andy surya)