Pemerintah Bahas RUU KUHP, Ketua Umum SMSI Minta Perhatikan Keberatan Dewan Pers

0
856

Kabarterkini.co.id, Jakarta – Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Firdaus meminta Pemerintah Republik Indonesia memperhatikan keberatan Dewan Pers, terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Karena sebagai pelindung kemerdekaan media, Dewan Pers berharap pemerintah menunda pembahasan RUU KUHP, di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 sekarang ini.

“Sikap SMSI jelas, mendukung apa disampaikan Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh,” ungkap Firdaus dalam keterangan tertulisnya, Sabtu 18 April 2020. “Sebab keberatan Dewan Pers terhadap pembahasan RUU KUHP itu, demi kepentingan unsur pers,” kata ketua umum beranggotakan 600 media online di Indonesia itu, lagi.

Sebagaimana diberitakan sejumlah media massa, di tengah kondisi pandemi Covid19 secara global, Komisi III DPR RI dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly memutuskan, melanjutkan pembahasan RUU KUHP dalam rapat kerja, Rabu 4 April lalu. Tidak hanya itu, pemerintah juga telah mengirimkan draft Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja ke DPR RI.

Menyikapi hal tersebut, dalam keterangan pers tertanggal 16 April 2020, Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh mendesak DPR dan pemerintah menunda pembahasan berbagai rancangan perundang-undangan, termasuk RUU KUHP dan RUU Cipta Kerja, sampai kondisi Indonesia kondusif dari wabah Covid19.

Sehingga pelaksanaan proses legislasi dapat berjalan lancar. Bakal memperoleh legitimasi, saran dan masukan yang baik dari masyarakat sipil maupun komunitas pers secara maksimal.

Sementara Dewan Pers tetap mengapresiasi langkah pemerintah dalam upaya menanggulangi pandemi global Covid19. Oleh karena itu, Dewan Pers mendesak pemerintah, DPR serta semua pihak berkompeten mencurahkan menangani pandemi dan dampak-dampak pada seluruh sektor dan aspek kehidupan masyarakat.

“Pemerintah dan DPR harus menjadi tauladan bagi publik dalam upaya pencegahan penyebaran Covid19,” ingat M. Nuh. “Hindari membuat kebijakan yang mengakibatkan gejolak di masyarakat.”

Dalam draf RUU KUHP, 15 September 2019, Dewan Pers menolak pasal-pasal mempengaruhi kemerdekaan pers, antara lain, Pasal 217-220 (Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden), Pasal 240 dan 241 (penghinaan terhadap Pemerintah), Pasal 262 dan 263 (penyiaran berita bohong), Pasal 281 (gangguan dan penyesatan proses peradilan), Pasal 304-306 (tindak pidana terhadap agama), Pasal 353-354 (Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara), Pasal 440 (pencemaran nama baik), dan Pasal 446 (pencemaran terhadap orang mati) serta pasal-pasal lain.

“Kami juga menolak pembahasan RUU Cipta Kerja, perubahan terhadap Pasal 11 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” pungkas M. Nuh.

Segendang seirama pendapat Ketua Umum SMSI Firdaus. Yang meminta pemerintah dan DPR agar dapat menahan diri membahas RUU KUHP. Lalu, bersama-sama fokus melawan wabah Covid-19. Karena tidak ada ahli dapat menjamin, Covid19 hanya akan menyerang dalam satu gelombang. Mungkin dapat dua, tiga gelombang atau bahkan lebih?

Jadi pemerintah bersama DPR harus berpikir ulang, apakah strategi memerangi covid-19 selama ini sudah tepat? Jangan-jangan pemerintah ragu dengan kebijakan tersebut.

“Jika benar begitu, mengapa kita tidak bergerak bersama membangun herd immunity,” saran Firdaus. “Jika sudah terbangun herd immunity, kemungkinan wabah ini akan berakhir.”

Sedangkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, Covid-19 sebagai pandemi global, Rabu 11 Maret. Hingga 15 April, WHO mencatat 213 negara atau area wilayah yang terkonfirmasi memiliki kasus ini. (*andy surya)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini