
Panja Perumahan mendesak Pemerintah Kabupaten Natuna membayar Tunjangan Perumahan DPRD Natuna. Tunjangan perumahan tidak dibayar, dampak dari penyidikan Kajati Kepri. Penyidikan Kajati Kepri “berlawanan” instruksi Presiden Jokowi.
kabarterkini.co.id, NATUNA – Ketua Panitia Kerja (Panja) Perumahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Natuna Wan Sofyan merasa geram, melihat kebijakan Pemerintah Kabupaten Natuna, tidak membayar tunjangan perumahan Dewan selama sepuluh bulan. Padahal tunjangan perumahan, salah satu anggaran kesejahteraan anggota Dewan yang harus diberikan, sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2005, atas Perubahan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD.
Dengan jabaran, pada Pasal 20 Ayat 1 tertulis, pemerintah daerah belum dapat menyediakan rumah jabatan pimpinan atau rumah dinas anggota Dewan, dapat diberikan tunjangan perumahan. Ayat 2, tunjangan perumahan dimaksud ayat 1, diberikan dalam bentuk uang, dibayar setiap bulan terhitung dari tanggal pengucapan sumpah atau janji. Ayat 3, pemberian tunjangan perumahan dimaksud ayat 2, harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas serta standar harga setempat yang berlaku. Ayat 4, ketentuan mengenai besaran tunjangan perumahan dimaksud ayat 2, ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2005, atas Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 itu, dianulir Peraturan Bupati Natuna Nomor 12 Tahun 2016, tentang penjabaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Sebab di penjabaran APBD telah menganggarkan tunjangan perumahan Dewan sekitar Rp3,684 milyar pertahun. Dibaris kedua tertulis juga, tunjangan perumahan kurang bayar pada Desember 2015, sekitar Rp202 juta. “Tunjangan perumahan belum dibayar dari Desember 2015 hingga September 2016,” kata Wan Sofyan di depan pintu masuk ruang paripurna DPRD Natuna, Jalan Yos Sudarso, Kota Ranai, Senin 5 September 2016. “Dihitung keseluruhan menjadi sepuluh bulan,” katanya lagi, sambil berharap, tunjangan perumahan secepatnya dibayar Pemerintah Kabupaten Natuna. “Kita tidak akan bubarkan Panja Perumahan, sebelum ada titik terang,” kata kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Natuna itu. PDI Perjuangan, adalah partai pemenang yang mengusung kadernya, Joko Widodo menjadi Presiden Republik Indonesia pada 2014.
Sebenarnya, salah satu alasan tunjangan perumahan Dewan tidak dibayar dari Desember 2015 hingga September 2016, dampak dari “kesewenangan” penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kepri) Andar Perdana Widiastono bersama tim penyidiknya sekitar setahun silam. Hasil penyelidikan Andar bersama timnya, “berkoar-koar” di beberapa surat kabar sekitar empat bulan lalu, bahwa tunjangan perumahan diduga menjadi ajang korupsi anggota Dewan Natuna. Oleh karena itu, kata Andar, status ditingkatkan, dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Tetapi Kejaksaan Tinggi hanya menyidik kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan Dewan di kabupaten berada di negara Asean ini, pada 2011. Yang merugikan keuangan daerah sekitar Rp2 milyar. Padahal wakil rakyat Natuna periode 2009-2014, terima tunjangan perumahan selama lima tahun. “Dalam proses hukum, tim penyidik mendalami penggunaan anggaran pada 2011,” kata Andar (Berita Batam Pos, Jumat 29 April 2016). “Setiap oknum anggota Dewan memperoleh tunjangan perumahan Rp10 juta lebih setiap bulan.”
Informasi dihimpun, setelah puluhan anggota Dewan, serta sejumlah pejabat Natuna dimintai keterangan, tim penyidik Kejaksaan Tinggi mulai menemui titik terang. Siapa nama tersangkanya? “Nanti dulu. Kita melengkapi tiga berkasnya,” kata Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kepri Rahmat (Tribunnews.Com, Jumat 13 Mei 2016). “Sesuai aturan pengalokasian tidak lepas tanggungjawab Bupati, Sekretaris Dewan dan Ketua Dewan Periode 2009-2014”. Selanjutnya, Andar menegaskan, proses penyidikan hampir rampung, penetapan tersangka akan dilakukan setelah gelar perkara. “Mudah-mudahan minggu-minggu ini,” katanya (Batamtoday.Com, Senin 16 Mei 2016).
Namun bergulir waktu, dari Mei hingga September 2016, penetapan tersangka tidak jelas jalan ceritanya. Beberapa kalangan menilai, Andar hanya mencari – cari “kesalahan”, dengan menuduh dana tunjangan perumahan Dewan Natuna bermasalah. Seandai bermasalah, hendaknya Andar juga menyelidiki tunjangan perumahan Dewan se-Kepri. Karena ada kebijakan kabupaten atau kota se-Kepri, membayar tunjangan perumahan Dewan-nya, lebih besar dari tunjangan perumahan Dewan Natuna. “Supaya adil, semua disidik,” kata salah seorang sumber Info Nusantara. “Jangan hanya berani tunjangan perumahan Dewan Natuna.”
Sementara, anggota Dewan Natuna berjumlah dua puluh orang. Periode 2009 – 2014, yang menjadi ketuanya, Hadi Chandra. Bupati-nya, jelas periode 2011–2016, Ilyas Sabli. Sekretaris Dewan, Makmur. Kini menjabat Kepala Badan Lingkungan Hidup Natuna. “Kita heran, kenapa anggota Dewan tetap diberi tunjangan perumahan,” kata Andar. “Padahal perumahan itu telah lama dibangun, tapi tidak ditempati.”
Tidak ditempati, bertanda Andar bersama tim penyidiknya “tutup mata” atas kronologi pembangunan perumahan Dewan Natuna. Seandai selesai dibangun, tidak mungkin Dinas Pekerjaan Umum Natuna meneruskan pekerjaannya pada 2016. Didalam Peraturan Bupati Natuna Nomor 12 Tahun 2016 tentang penjabaran APBD pada organisasi Dinas Pekerjaan Umum, halaman 256, salah satunya tentang Belanja Modal, dengan anggaran sekitar Rp4,714 milyar.
Belanja modal satu rekening, dua kegiatan itu, tertulis, belanja modal pengadaan mebeuler, anggaran sekitar Rp2,063 milyar, dan belanja modal pengadaan konstruksi/bangunan lain, atau peningkatan pembangunan perumahan Dewan Natuna di Jalan Puak, anggaran sekitar Rp2,650 milyar. Jadi, otomatis perumahan itu, masih dalam tahap pekerjaan.
Dari penelusuran Info Nusantara terhadap pembangunan awal perumahan anggota Dewan Natuna, diduga keras rawan korupsi. Mengingat, baru terbangun 19 unit. Kurang 1 unit, untuk ketua Dewan. Direncanakan akan dilanjutkan pembangunannya, termasuk infrastruktur dasar pada tahap 1B. Sedangkan pembangunan kawasan Natuna Gerbang Utaraku Tahap 1B batal dilaksanakan.
Meskipun mega proyek itu sudah ditetapkan pemenangnya, yaitu : PT Duta Graha Indah pada Selasa 24 November 2009. Perusahaan dari Jakarta, dipimpin Dudung Purwadi dengan harga penawaran sekitar Rp356,128 milyar, masa pelaksanaan 486 hari dan masa pemeliharaan 180 hari itu, tidak melaksanakan kewajiban membangunnya. PT Duta Graha Indah, pelaksana proyek kawasan Natuna Gerbang Utaraku Tahap 1A.
Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2006 tertulis, pembangunan perumahan Dewan, salah satu paket proyek berada di kawasan Natuna Gerbang Utaraku Tahap 1A. Gerbang Utaraku, kepanjangan dari Gerakan Membangun untuk Kesejahteraan ke Anak Cucu, adalah mega proyek sistem tahun jamak. Dibangun era Bupati dan Wakil Bupati Natuna Periode 2006-2011, Daeng Rusnadi – Raja Amirullah.
Dalam pembangunan, menggunakan uang rakyat Natuna (APBD-red), dengan pagu anggaran sekitar Rp397,308 milyar. Rinciannya, pembangunan tahap 1A terdiri dari : pembangunan Masjid Agung Natuna, Asrama Haji, Gedung Pertemuan, Gedung Pendidikan, Gedung Komersil, Kampus STAI, perumahaan Wisma atau Dewan serta infrastruktur dasar tahap satu.
Pembangunan Natuna Gerbang Utaraku Tahap 1B akan dilaksanakan, yaitu : pembangunan Pusat Perdagangan dan Terminal, Menara Masjid, Masjid Pantai, Kampus Maritim dan Perminyakan, GOR (Gedung Olah Raga), Asrama STAI, Balai Daerah, Wisma Tamu, rumah jabatan Bupati, Wakil Bupati dan unsur Muspida, serta infrastrukur tahap dua. Pembangunan tahap 1B, pagu dana sekitar Rp372,691 milyar. Sehingga kedua tahap mega proyek direncanakan menghabiskan uang rakyat Natuna itu, sekitar Rp781,225 milyar.
Namun, terjadi perbedaan antara Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2006 dengan surat revisi dikeluarkan Dinas Pekerjaan Umum Natuna pada 11 November 2009. Surat ditandatangani kepala dinas-nya, Minwardi itu ditujukan kepada Bupati Natuna Cq Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Natuna. Yang berisi : permohonan revisi Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2006 tentang kegiatan tahun jamak pembangunan kawasan Natuna Gerbang Utaraku Tahap 1A.
Surat revisi itu ditembuskan kepada Ketua Dewan, Kepala Bappeda, serta Kepala Bagian Pembangunan Sekretariat Daerah Natuna. Di surat lembaran kedua, tercantum Peraturan Daerah tanpa nomor pada 2009. Disana tercatat sampai lembaran ke-tiga tentang peraturan dan undang-undang pemerintah pusat dan daerah, supaya memperkuat revisi Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2006. Di lembaran ke-empat, diputuskan tentang revisi pembangunan kawasan Natuna Gerbang Utaraku.
Semula kegiatan mega proyek tahun jamak itu dilaksanakan dengan mengikat dana APBD dalam masa tiga tahun (2007-2009), berubah menjadi empat tahun (2007-2010). Celakanya, perubahan terjadi bukan saja pada tahunnya, disana tertulis juga perubahan pekerjaan tahap 1B. Semula akan melaksanakan pembangunan Pusat Perdagangan dan Terminal, Menara Masjid, Masjid Pantai, Kampus Maritim dan Perminyakan, GOR, Asrama STAI, Balai Daerah, Wisma Tamu, perumahan Bupati, Wakil Bupati dan unsur Muspida, serta infrastrukur tahap dua.
Direvisi menjadi penyelesaian pekerjaan tahap 1A, meliputi : pekerasan rigid pavetmen area parkir antara ring 154 dengan ring 185, termasuk konecting, pembangunan Landscape (penanaman rumput gajah mini, Hardscape Plaza Barat dan akses), pemasangan genset Masjid, Asrama STAI dan perumahan Wisma (rumah Dewan-red). Pemasangan AC (pendingin udara) Masjid, Gedung Serba Guna, Diklat, Komersil, ruang makan Asrama Haji, infrastruktur STAI dan Wisma.
Dilanjutkan pekerjaan tahap 1B terdiri dari : pembangunan Menara, Pusat Perdagangan dan Terminal, GOR, perumahan Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, ketua Dewan, Balai Rakyat, Wisma Tamu, tempat Genset, Asrama STAI, Masjid Pantai, Stadion Sepakbola, Site Plan dan infrastruktur dasar tahap dua. Terindikasi terjadi multi tafsir antara Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2006 dengan Peraturan Daerah direvisi yang belum disahkan legislatif maupun eksekutif. Karena peraturan daerah lama tertulis sangat jelas tentang pembangunan perumahan Dewan beserta infrastruktur dasar tahap satu.
Laporan Dinas Pekerjaan Umum tertulis tentang pembangunan Wisma sebanyak 19 unit. Beberapa pekerjaan belum masuk dalam kontrak tahap 1A, akan dilaksanakan pada tahun berikutnya, yaitu : furniture, jalan poros Wisma, pekerasan jalan, sistem drainase, elektrikal (power listrik (power house) dan panel LVMDP), mekanikal (air bersih (ruang pompa) dan pompa air bersih), serta bangunan Wisma Type A, B, C dan D.
Hasil Pemeriksaan BPK Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Kepri, nomor: 54A/S/XVIII.TJP/07/2009, pada 31 Juli 2009 menulis tentang Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Natuna pada Tahun Anggaran 2008. Dari beberapa pemeriksaan dinilai “bermasalah”, salah satunya proyek pembangunan Wisma bagi rumah dinas anggota Dewan.
BPK-RI menulis, pada tahun anggaran 2006, Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah (Diskrimpraswil) Natuna, kini Dinas Pekerjaan Umum, melaksanakan perencanaan pembangunan kawasan Natuna Gerbang Utaraku Tahap 1A. Perencanaan pekerjaan proyek dilaksanakan PT. Astri Arena dengan perjanjian kerja nomor 172/KTR/RGU/XII/2006.
Pada tahun anggaran 2007, pembangunan proyek kawasan Natuna Gerbang Utaraku Tahap 1A mulai dilaksanakan dengan menggunakan kontrak tahun jamak selama 593 hari kalender. Di mulai dari 2 Mei 2007 hingga 15 Desember 2008. Pelaksana proyek, PT. Duta Graha Indah, kontrak nomor 06/SPPP/NGU/V/2007. Namun terjadi addendum pada proyek dengan nomor 06.a/SPPP/NGU/V/2007 pada 12 Desember 2008. Yang berisi kesepakatan perpanjangan waktu penyelesaian menjadi 731 hari kalender. Sehingga pekerjaan selesai pada 2 Mei 2009.
Dari pemeriksaan dan uji petik dilakukan BPK-RI terhadap pembangunan Wisma/perumahan Dewan Tipe E (19 Unit) sekitar Rp21,331 milyar, dinilai melebihi luas maksimum diatur dalam peraturan berlaku. Kelebihan seluas 75,2 meter persegi, membebani keuangan daerah sekitar Rp6,998 milyar. Manajemen Kontruksi Proyek Natuna Gerbang Utaraku, PT Ciriajasa CM-BI Exaxta (JO), melalui surat resmi dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Natuna kepada anggota Dewan pada 25 Juni 2009, membuat laporan dinilai janggal pada anggaran pembangunan perumahan Wisma Tipe E sebanyak 19 unit. Mengingat laporan BPK-RI menyatakan, anggaran pembangunan perumahan Dewan atau Wisma sekitar Rp21,331 milyar. Manajemen Kontruksi menyatakan anggarannya sekitar Rp19,991 milyar. Laporan mana dapat dipercaya ?
Yang paling menarik, soal adendum kegiatan pembangunan kawasan Natuna Gerbang Utaraku Tahap 1A, dilaksanakan dengan kontrak sekitar Rp380,061 milyar. Di laporan Dinas Pekerjaan Umum, addendum bukan hanya penambahan masa kerja, dan “pengurangan” kegiatan pekerjaan, PT Duta Graha Indah memperoleh keberuntungan karena ditambah pembayaran sekitar Rp16,855 milyar.
Akhirnya, Natuna Gerbang Utaraku Tahap 1A menguras uang rakyat Natuna sekitar Rp396,916 milyar. Awalnya dilelang dengan pagu anggaran sekitar Rp397,308 milyar. Jika dilakukan pengurangan antara pagu anggaran dengan pembayaran kegiatan, perusahaan beralamat jalan Kalibata Utara II Nomor 73, Jakarta itu hanya menurunkan harga penawaran sekitar Rp392,996 juta.
Sumber Info Nusantara berbisik, seharusnya Kepala Kejaksaan Tinggi menyidik pembangunan perumahan Dewan atau pembangunan mega proyek Natuna Gerbang Utaraku Tahap 1A, yang diduga merugikan keuangan negara atau daerah hingga ratusan milyar rupiah. Bukan mencari kesalahan terhadap tunjangan perumahan Dewan Natuna.
Presiden Joko Widodo -dipublikasi berbagai media massa- menginstruksikan lima hal penting terkait larangan kriminalisasi terhadap kebijakan pemerintah. Instruksi ditujukan kepada seluruh jajaran aparat penegak hukum, dari Kepolisian hingga Kejaksaan Republik Indonesia. Lima instruksi bertujuan untuk mendukung terobosan dalam bidang ekonomi, seperti kebijakan pengampunan pajak dan deregulasi peraturan. Kebijakan dibidang lain yang sebelumnya telah dikeluarkan pemerintah.
“Pemerintah pontang-panting melakukan terobosan, dari regulasi ekonomi, terobosan amnesti pajak dan sebagainya. Kalau tidak didukung jajaran daerah, bakal tidak jalan,” kata Jokowi saat memberi pengarahan kepada Kepala Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi, di Istana Negara, Jakarta, Selasa 19 Juli 2016.
Instruksi pertama, kata Jokowi -biasa disapa- mengenai kebijakan diskresi atau keputusan diambil pejabat pemerintah. Jadi, aparat penegak hukum tidak boleh memperkarakan secara pidana kebijakan diskresi itu. Kedua, segala tindakan administrasi pemerintah juga tidak boleh dipidana. “Tolong dibedakan, mana yang mencuri dan mana administrasi. Saya kira aturannya jelas,” tegasnya.
Ketiga, mengenai temuan kerugian negara dinyatakan audit BPK. Lembaga pemerintah terlibat harus diberi waktu selama 60 hari untuk menjawab atau mengklarifikasi hasil temuan. Keempat, setiap data mengenai kerugian negara harus konkret dan tidak boleh mengada-ada. Kelima, larangan menyebarluaskan melalui media massa atas tuduhan belum terbukti dan belum masuk proses hukum. “Bagaimana seandainya tidak bersalah?” tanya Jokowi.
Sebelumnya, instruksi ini pernah disampaikan Jokowi pada tahun lalu di Bogor, Jawa Barat. Hari ini dia kembali mengundang Kepala Kepolisian Daerah dan Kepala Kejaksaan Tinggi untuk mengevaluasinya. Selama ini Jokowi sering mendengar tindakan aparat penegak hukum belum sesuai instruksinya. Dia pun banyak mendapat keluhan dari kepala daerah. Jokowi mengingatkan agar apa disampaikan betul-betul menjadi perhatian. Jangan menjadi penghambat program pembangunan. “Pemerintah harus mengawal pembangunan ini dengan sebaik-baiknya dari kabupaten, kota, provinsi termasuk pusat,” katanya.
Lalu, apakah instruksi Presiden tidak “berlawanan” dengan penyidikan kasus dugaan korupsi anggaran Tunjangan Perumahan DPRD Natuna yang ditangani Kejati Kepri? Yang pasti, akibat penyidikan, tunjangan perumahan dituding korupsi itu, hampir sepuluh bulan tidak di bayar Pemerintah Kabupaten Natuna. Sementara penetapan tersangka tidak jelas. Kajati Kepri Andar berjanji, Mei 2016, ditetapkan tersangkanya, tapi hingga September 2016, belum juga. Jadi, Presiden Jokowi harus turun tangan, menegaskan kembali instruksinya ke Kantor Kejati Kepri. Kemungkinan Kajati-nya tidak hadir pertemuan kemarin. Sehingga ia melanggarnya. (*andi surya)