Dewan Pers dan Menko Polhukam Bahas RKUHP, SMSI Tetap Tolak Pasal Lemahkan Kebebasan Pers

0
551
MENKO Polhukam RI Mahfud MD (kiri) saat pertemuan dengan Dewan Pers (foto istimewa)

JAKARTA, KABARTERKINI.co.id —Dewan Pers dan Menko Polhukam RI Mahfud MD membahas draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis 28 Juli kemarin. Rencananya, RKUHP mulai diberlakukan pada saat menyambut Kemerdekaan RI, Rabu 17 Agustus 2022.

“Draf RKUHP sudah lama dibahas. Masih ada waktu jika ada masalah, bukan ditunda tapi dilakukan perbaikan. Kalau ada pasal yang membahayakan, ya dihapus atau direformulasi,” saran Mahfud dikutip dan dibagikan ke Grup WhatsApp Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kepri, Jumat 29 Juli 2022.

Menurut Mahfud, RKUHP tersebut dulu sudah akan diketok. Namun lantaran ada demo besar, Presiden RI pada 2019 minta pengesahannya ditunda. Kepada Dewan Pers, ia meminta catatan reformulasi terhadap pasal-pasal dinilai bermasalah.

“Sampaikan reformulasi secara konkret sekaligus simulasinya. Besok akan saya sampaikan ke Kemenkumham. Wamenkumham akan kita panggil minggu depan,” ungkap Mahfud.

KUHP, sambungnya, adalah politik hukum penting. Jadi pemerintah berharap secepatnya berlaku saat peringatan kemerdekaan nanti. Karena KUHP yang berlaku saat ini merupakan produk kolonial.

Namun, Dewan Pers bersama masyarakat sipil lainnya menilai, ada 14 pasal dan 9 klaster yang potensial melemahkan kebebasan pers. Maka perlu dihapus atau direformulasi.

Mahfud yang didampingi Deputi Hukum dan HAM Sugeng Purnomo, mengatakan, ada sekitar 700-an pasal dalam RKUHP. Jika ada usulan 14 pasal, maka jumlah itu tidaklah banyak.

“Saya tidak menjamin penundaan berlakunya KUHP. Hanya, sebelum RKUHP maju ke persidangan harus dibahas secara jelas. Saya berjanji akan memanggil Kemenkumham untuk membicarakannya dan akan melibatkan Dewan Pers,” ujar Mahfud.

Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra mengatakan, pada 2018, pihaknya sudah mengajukan usulan delapan klaster pasal dinilai bermasalah. Namun, masukan dari Dewan Pers dan konstituen tidak dimasukkan sama sekali.

Dalam draf sekarang ini, malah ada sembilan klaster dari 22 pasal umum yang mengganggu hak berekspresi, 14 di antaranya berkaitan dengan kemerdekaan pers.

“Kami sudah ketemu dengan konstituen Dewan Pers dan para pemangku kepentingan. Pertemuan dengan Kemenkumham yang dipimpin Wamenkumham Edward (Edi) Omar Sharif Hiariej dan tim perumus sudah dilakukan pekan lalu,” kata Azyumardi.

Atas saran Menko Polhukam, pihaknya akan bekerja cepat, hari Kamis ini juga melakukan penyusunan reformulasi dengan melibatkan Wakil Ketua Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro, ahli hukum Bivitri Susanti, mantan Ketua YLBHI Asfinawati, Tim LBH Pers dipimpin Ade Wahyudin dan lainnya.

Wakil Ketua Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro berpendapat pasal terkait dengan pers yang mengandung delik harus diperbaiki. Dewan Pers juga minta supaya pasal-pasal bermasalah didrop atau direformulasi.

“Pemberitaan soal terorisme pun bisa diperkarakan karena harus lengkap. Pemberitaan pers pasti yang terdepan dan belum lengkap. Demikian juga soal penghinaan pada presiden hingga lurah/kepala desa, bisa menjadi perkara,” timpal Arif Zulkifli, salah seorang anggota Dewan Pers.

Jika kelak ada self censorship yang tinggi di media, menurut Arif, bakal berbahaya bagi kelangsungan kehidupan pers dan masyarakat. Sedangkan, anggota Dewan Pers lainnya, Ninik Rahayu berpendapat, masih ada waktu mengawal RKUHP.

“Pasal yang tidak seharusnya ada, bisa dikeluarkan. Intinya adalah reformulasi,” Ninik menyarankan. Salah seorang perwakilan anggota konstituen Dewan Pers, Sasmito Madrim mengutarakan, secara prinsip AJI tidak menolak RKUHP itu. Tapi, RKUHP masih perlu masukan dari masyarakat luas dan penyempurnaan sehingga tidak buru-buru diberlakukan.

Ketua Bidang hukum, Arbitrase dan Legislasi SMSI Pusat, Makali Kumar, mewakili Ketua Umum SMSI Firdaus, dalam pertemuan bersama Dewan Pers dan konstituennya, akademisi, pengamat hukum, serta praktisi hukum di Hotel Mercure, Sabang-Jakarta, kemarin, kembali menyuarakan penolakan SMSI terhadap sejumlah pasal di RUU KUHP.

Dengan tegas, ia menyatakan, banyak pasal-pasal RUU KUHP yang harus ditolak dan dihapus. Karena berpotensi menghalangi kebebasan pers di Indonesia. Pasal-pasal RKUHP menjadi sorotan SMSI dan menjadi bahan diskusi sekitar 20 pasal, antara lain Pasal 188, 218, 219, 220, 240, 241, 246, 248, 263,264 280, 302, 303, 304, 352, 353, 437, 440, 443, dan 447.

“Seperti Pasal 263 dan 264 RKUHP yang didalamnya ada kata penyiaran dan berita. Frasa ini akan berpotensi menghambat kemerdekaan pers. Kita minta dihapus atau dihilangkan dalam RKUHP, karena hal itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers,” jelas Makali.

Bersama rekan perwakilan organisasi konstituen Dewan Pers lainnya, Makali begitu gigih dalam diskusi itu, untuk menyuarakan kemerdekaan pers di Indonesia. Bahkan ia minta Dewan pers dan konstituen lainnya, serta berbagai kalangan tetap solid menyuarakan dan memperjuangkan penolakan pasal-pasal tersebut secara maksimal di DPR RI.

Jangan sampai, informasi yang menyebutkan pada 16 Agustus 2022, DPR RI akan bersidang dan menetapkan RKUHP itu, menjadi kenyataan.

“Kita jangan kecolongan, kita kawal perjuangan ini. Agar DPR mengakomodir perjuangan kita. Sehingga pasal-pasal yang akan merusak kemerdekaan pers di Indonesia, hilang di RKUHP,” tegas Makali. (*andi surya)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini