Celoteh Nelayan Pesisir Ketika Cuaca Ekstrim

0
486
SUNGAI Pian Tedung, perbatasan antara Kecamatan Bunguran Timur dan Kecamatan Bunguran Selatan

NATUNA, KABARTERKINI.co.id – Musuh utama nelayan pesisir Natuna, bukan hanya kapal ikan asing atau kapal cantrang yang menggunakan peralatan tidak ramah lingkungan, cuaca ekstrim pun menjadi ancaman. Sebab armada dipergunakan, hanya berupa kapal kayu kecil, dengan berat antara 1 hingga 5 GT.

Alhasil ketika angin kencang, otomatis gelombang laut tinggi, armada kecil milik nelayan pesisir, biasa di sebut pompong itu, akan terombang-ambing. Yang paling naas, terkadang tenggelam dilautan tidak bertepi. Maklum Laut Natuna Utara, atau dahulu bagian Laut China Selatan, saat kapal berada di tengah, tidak akan bisa melihat pulau, saking luasnya.

Syafarudin (25), salah seorang warga Singgang Bulan, RT 01/RW 01, Kecamatan Bunguran Selatan, mengaku pada musim cuaca ekstrim, ia tidak akan melaut. Meski pun kerja itu, merupakan pekerjaan yang ditekuni selama ini.

“Susah melaut musim ini, angin kencang. Pompong kita ukuran kecil. Jelas tidak akan mampu melawan hempasan gelombang. Terpaksa kita istirahat dulu,” ucap Syafarudin, Rabu 4 Agustus 2021.

Demi menyambung hidup, pekerjaan apa saja ia rela lakukan. Asalkan dapat menafkahi keluarga kecilnya. “Kebetulan di kampung sebelah, ada lowongan kerja bangunan. Jadi kenek, maklum keahlian bidang bangunan tidak punya,” ujarnya.

Ungkapan serupa disampaikan Reci (31). Warga Cemaga, Kecamatan Cemaga Utara itu, nelayan pemancing ikan tongkol. Namun dalam bulan ini, belum bisa melaut, cuaca masih ekstrim.

“Biasanya cuaca ekstrim setiap Desember. Tapi saat ini cuaca tidak menentu. Kadang teduh, kadang kencang anginnya,” kata lelaki tamatan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Ranai itu.

Gara-gara cuaca ekstrim, menurut Reci, sangat wajar harga ikan mahal. Sebab biaya kelaut dihabiskan nelayan tidak sedikit. Apalagi di musim cuaca begini. Asal langit penuh awan pekat, cepat kejar pulau terdekat, berteduh.

“Kalau saya melaut tetap mengeluarkan biaya Rp300 ribu sekali jalan. Saat melaut pun, cuaca bersahabat. Kalau cuaca ekstrim seperti ini, wajar ikan tongkol Rp50 ribu per ekor. Karena angin kencang, hasil tangkapan pun berkurang,” tuturnya.

Lain halnya Khairudin (29), salah seorang warga Meso, Desa Batu Gajah, Kecamatan Bunguran Timur. Lelaki akrab disapa Buyung ini bekerja sebagai penangkap kepiting bakau di sungai Pian Tedung, tepatnya perbatasan Kecamatan Bunguran Timur dan Kecamatan Bunguran Selatan.

Jadi terkait cuaca ekstrim, tidak berpengaruh bagi pekerjaannya. Sebab mencari kepiting bakau tidak sampai ke laut. Hanya menggunakan sampan pakai dayung menyusuri pohon bakau, atau mangrove. Lagi pula, harga jual kepiting bakau cukup menggiurkan.

“Yang ukuran kecil Rp30 ribu, ukuran besar Rp 70 ribu perkilonya,” kata Buyung sambil menambahkan, dengan modal sampan dan 50 perangkap kepiting, hasilnya cukup memuaskan. (*zani)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini