Bukan Hanya Natuna, Secara Nasional Daya Beli Masyarakat Menurun

0
1149
KEPALA Bank Indonesia Perwakilan Kepri Musni Hardi Kusuma Atmaja bersama Ketua Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Natuna Boy Wijanarko Varianto, Rabu 23 November 2022 (dok. istimewa)

NATUNA, KABARTERKINI.co.id – Secara nasional, daya beli masyarakat, termasuk di Natuna, khususnya kelompok menengah kebawah, menurun. Sebab dari data Survei Konsumen, dikutip dari CNN Indonesia, dikeluarkan Bank Indonesia (BI), edisi November 2023, rasio konsumsi kelompok dengan pengeluaran di bawah Rp5 juta sebagian besar mengalami penurunan.

Penurunan terdalam dicatat kelompok pengeluaran Rp2,1 juta hingga Rp3 juta, diikuti kelompok pengeluaran Rp4,1 juta hingga Rp5 juta. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat harus merelakan tabungannya. Berdasarkan hasil survei yang sama, alokasi pendapatan masyarakat untuk menabung mengalami penurunan dari 15,7 persen menjadi 15,4 persen.

Adapun beberapa faktor yang mendukung, termasuk deflasi tercatat tiga bulan berturut-turut. Kemudian, menurunnya kinerja industri manufaktur sehingga PMI Manufaktur masuk ke zona kontraksi. Selain itu, terjadi banyak PHK akibat melemahnya permintaan sehingga produksi tertahan dan ekspor menurun.

Direktur Utama PT Bank Central Asia (BCA) Tbk Jahja Setiaatmadja sempat mengungkapkan biang kerok menurunnya daya beli masyarakat, karena tiga sebab. Pertama, maraknya judi online atau judol. Sebab judol membuat masyarakat kehilangan banyak uang.

“Orang sudah hopeless, judol. Bahkan bank dibawa-bawa. Cara judol ada e-wallet, ada tunai banyak sekali tidak ter-detect. Ini menggerogoti daya beli masyarakat,” kata Jahja dalam acara BCA UKM Fest di Mal Kota Kasablanka, Rabu 7 Agustus 2024.

Kedua, sambungnya, berkurang diskon yang ditawarkan belanja online. Mengingat dalam beberapa tahun lalu, platform belanja online menawarkan banyak diskon kepada masyarakat. Otomatis membuat belanja masyarakat bergairah. Fenomena ini dikenal sebagai bakar uang dari pelaku platform belanja online.

“Ini masuk kategori bakar duit. Tahun 2022 dibakar Rp80 triliun yang menikmati middle class, tapi banyak lower class dapat income, ada daya beli subsidi indirectly,” kata Jahja sambil menambahkan, saat ini diskon belanja online sudah mulai berkurang. Imbasnya, masyarakat harus berbelanja dengan biaya lebih tinggi. Karenanya, daya beli pun menurun.

Ketiga, berkurangnya jumlah pinjaman online (pinjol) illegal. Apalagi pada saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia, keberadaan pinjol illegal marak. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang meminjam uang. Contohnya, ada satu orang yang bisa meminjam uang pada 20 pinjol sekaligus.

Jika hal itu terjadi karena si peminjam gali lobang tutup lobang. Dengan kata lain, saat ia tidak bisa membayar utang di satu pinjol, ia akan meminjam ke pinjol lain untuk membayar tagihan. Di sisi lain, ini memang merugikan masyarakat. Kendati, secara tidak langsung daya beli menjadi cukup kuat.

Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Wijaja mengatakan daya beli kelas menengah menurun terlihat dari pola belanja yang lebih memilih barang dengan harga terjangkau.

“Dari tren belanjanya udah kelihatan. Sekarang kita melihat uang yang dipegang kelas menengah makin kecil. Makanya kenapa toko seperti Miniso, KKV, DIY, kan penjualannya luar biasa karena mereka jualnya per item harganya lebih murah,” kata Alphonzus di PIK Avenue, Jakarta Utara, Kamis 8 Agustus 2024.

Ia mengatakan kelas menengah memang masih tetap belanja, tetapi melirik produk yang harganya lebih murah. Sementara produk yang mahal mulai ditinggalkan karena jumlah stok uang menipis.

“Oleh karena itu, peritel harus mengatur strategi menghadapi pelemahan daya beli kelas menengah bawah. Peritel sebaiknya tidak menjual produk harganya terlalu mahal. Sehingga sulit dijangkau kelas menengah bawah,” kata Alphonzus.

Ekonom Senior INDEF Didik J Rachbini mengatakan daya beli masyarakat turun, terutama kelas menengah, tercermin dari deflasi yang terjadi di Indonesia selama tiga bulan berturut-turut. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), deflasi pada Mei sebesar -0,03 persen, pada Juni -0,08 persen dan meningkat pada Juli 2024 sebesar -0,18 persen.

“Deflasi kedengarannya menguntungkan bagi konsumen karena harga yang lebih rendah, tetapi ini merupakan fenomena makro ekonomi di mana ekonomi masyarakat sedang tidak berdaya untuk membeli barang-barang kebutuhannya,” ujar Didik dalam keterangan, Jumat 2 Agustus 2024. (*andi surya)

Update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari KABARTERKINI.co.id. Ayo bergabung di Facebook dan Instagram KABARTERKINI.co.id, atau klik link https://www.kabarterkini.co.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini