Kabarterkini.co.id, Natuna – Laut China Selatan terus memanas. Sebab hingga saat ini, konflik di berbatasan Laut Natuna Utara, Indonesia itu, melibatkan banyak negara, seperti China (Tiongkok), Amerika Serikat, dan bahkan beberapa negara Asean.
Melansir SCMP, melalui Intisari-Online.com, Selasa 21 Juli 2020, Duta Besar Tiongkok untuk Filipina memperingatkan negara-negara Asia Tenggara berjaga-jaga terhadap upaya AS “menyabotase” stabilitas kawasan dengan memasukkan dirinya ke dalam konflik Laut China Selatan.
Komentar Huang Xilian terjadi setelah AS memperkuat posisinya di laut diklaim Tiongkok. Juga setelah adanya op-ed (petikan pada surat kabar) di mana rekan Amerikanya, Sung Kim, menyatakan dukungan Washington untuk Manila di “Laut Filipina Barat”.
Laut Filipina Barat adalah istilah digunakan Manila merujuk pada bagian Laut China Selatan yang diklaimnya sebagai bagian dari zona ekonomi eksklusif (ZEE), dan termasuk wilayah diklaim Beijing. Penggunaan istilah ini cenderung dianggap sebagai provokatif di Beijing.
Selain itu, dalam op-ed lain, ditulis seorang diplomat AS menuduh Tiongkok mengikis kedaulatan Myanmar, salah satu mitra Filipina di Asean.
Dalam sebuah wawancara dengan The Manila Times pekan lalu, Huang mengatakan, di bawah “dalih menegakkan kebebasan navigasi” AS secara sembrono melanggar wilayah laut dan wilayah udara negara lain dan melibatkan diri di setiap lautan dunia”.
Huang mendesak negara-negara Asia Tenggara “menyelesaikan perselisihan” dengan Tiongkok dan “mencegah mereka dari dikapitalisasi AS menyabotase stabilitas di kawasan Asia-Pasifik”.
Wawancara itu dilakukan hanya beberapa hari setelah rekan Amerikanya merilis pernyataan panjang pada 16 Juli, berjudul “Masa depan Filipina mengapung di Laut Filipina Barat”.
Karya tersebut mengisyaratkan kolaborasi lebih dalam antara AS dan Filipina di perairan diperebutkan dan merujuk ke “Laut Filipina Barat” pada empat kesempatan.
Penggunaan istilah ini membuat para pengamat mengangkat alis mereka, seperti diciptakan di bawah pemerintahan Presiden Filipina sebelumnya Benigno Aquino III untuk merujuk pada perairan di sekitar Scarborough Shoal dan Pulau Pag-Asa, diklaim Filipina dan China.
“Para ilmuwan dan inovator AS ingin sekali bergabung dengan rekan Filipina mereka dalam meneliti perairan ini,” kata Kim dalam sebuah pernyataan.
“Melalui Perjanjian Sains dan Teknologi AS-Filipina baru-baru ini diratifikasi, bersama-sama kami membangun jalur baru meningkatkan kolaborasi ilmiah di Laut Filipina Barat dan sekitarnya,” kata Kim.
Kehadiran kapal penelitian China di ZEE 200 mil Filipina telah lama menjadi titik pahit antara kedua negara. Kesepakatan ilmiah 10 tahun Manila dengan AS yang ditandatangani tahun lalu dapat memungkinkan Manila melakukan penelitian bersama di perairan disebut Kim “warisan negara-negara Asia Tenggara, darah kehidupan komunitas pesisir mereka, dan mata pencaharian jutaan warga negara mereka”. (*andy surya)