Setwan anggarkan Dana Kajian Pemekaran Kabupaten Natuna Barat dan Selatan pada 2012-2013 silam sekitar Rp1,5 miliar. Ambil alih tugas Tapem Setda Natuna.
BERITA Dana Pemekaran Kabupaten Natuna Barat dan Kabupaten Natuna Selatan, dipublikasi Surat Kabar Umum INFO NUSANTARA pada Edisi 385 Tahun XII Minggu IV Agustus 2013. Berita sebelas tahun lalu, berjudul ‘Dana “Siluman” di Sekretariat Dewan’ itu, menyorot tentang kejanggalan penganggarannya selama dua tahun dengan total sekitar Rp1,5 miliar. Karena seharusnya penganggaran diplot di Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) Setda Natuna, bukan di Sekretariat DPRD (Setwan) Natuna.
Awal publikasi dari logat bicara, Makmur terlihat sedikit gugup, Kamis siang 15 Agustus 2013. Diruang kerjanya, di lantai satu Gedung F Tokong Berlayar, kawasan Kantor Bupati Natuna di Jalan Batu Sisir, Kepala Badan Lingkungan Hidup Natuna itu sedikit gugup, ketika dipertanyakan soal Dana Kajian Pemekaran Kabupaten Natuna Barat dan Selatan di mata anggaran Sekwan Natuna pada 2012 – 2013.
Nah loh, kenapa Makmur yang kantornya menyatu dengan Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Natuna itu, dipertanyakan soal anggaran di Setwan? Sebab, sebelum dilantik Bupati Natuna Ilyas Sabli sebagai Kepala BLH pada Senin 24 Juni lalu, Makmur menjabat sebagai Sekretaris DPRD atau Sekwan Natuna. Sehingga sangat wajar, dipertanyakan anggaran atau Dana Kajian Pemekaran di mata anggaran Setwan.
Yang pada 2012, anggarannya bernama, Biaya Kajian Akademis Proposal Pemekaran Kabupaten sebesar Rp1,2 milyar. Di tahun berikutnya, atau pada 2013, dana kajian pemekaran menjadi dua mata anggaran, dengan nama, Biaya Kajian Akademis Proposal Pemekaran Kabupaten Natuna Barat sebesar Rp190 juta, dan Biaya Kajian Akademis Proposal Pemekaran Kabupaten Natuna Selatan sebesar Rp190 juta.
Dengan munculnya mata anggaran kajian pemekaran dua tahun berturut-turut di Setwan, lumrah menjadi buah bibir sebagian masyarakat kabupaten di ujung utara Indonesia ini. Mengingat tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) Setwan, bukan sebagai organisasi pemerintah melaksanakan kegiatan kajian pemekaran daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 123 ayat (3) tertulis, Sekretaris Dewan punya tugas menyelenggarakan administrasi kesekretariatan, keuangan, mendukung pelaksanaan tugas, fungsi DPRD, menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli diperlukan DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Sementara tupoksi DPRD hanya sebagai legislasi (pembentukan peraturan daerah), anggaran (kewenangan dalam hal pengesahaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah/APBD) dan pengawasan (mengontrol pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah). Otomatis, Dewan tidak punya hak mengelola atau membuat kebijakan dalam penggunaan anggaran.
Pasal 156 ayat (1) menyatakan, hanya Kepala Daerah (Bupati atau Gubernur) punya hak sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah. Ayat (2), dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan keuangan daerah kepada para pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Ayat (3), pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji dan menerima atau mengeluarkan uang. Jadi, yang layak melaksanakan kajian pemekaran daerah, dari tingkat kabupaten, kecamatan, kelurahan hingga desa, adalah, Sekretariat Daerah atau Setda melalui bagian Tapem.
Dari puluhan tugas, salah satunya, menyusun bahan pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah kabupaten. “Saya tidak bisa berkomentar, kenapa dana kajian itu di mata anggaran Setwan,” setengah ragu-ragu Makmur menambahkan, dana kajian pemekaran pada 2012, tidak dilaksanakan, dan pada 2013, belum dilaksanakan. “Dana kajian 2012, kembali ke Kas Daerah,” katanya lagi.
Namun, Makmur tidak mau menjelaskan, kenapa dana pemekaran pada 2012 senilai Rp1,2 milyar serta pada 2013, sekitar Rp389 juta tidak dilelang. “Kalau pun jadi dilaksanakan, boleh tidak dilelang, kita akan serahkan kepada pihak ketiga untuk di swakelola,” katanya tidak mau juga menjelaskan, siapa pihak ketiga yang akan diserahkan untuk swakelola.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Paragraf Kedua tentang Penetapan Metode Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi, Pasal 43 ayat (2) tertulis, seleksi sederhana dapat dilakukan untuk pengadaan jasa konsultansi bernilai paling tinggi Rp200 juta. Ayat (3), pemilihan penyedia jasa konsultansi melalui metode seleksi sederhana diumumkan paling kurang di website Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi atau biasa disingkat K/L/D/I.
Selanjutnya diumumkan melalui papan pengumuman resmi untuk masyarakat, serta Portal Pengadaan Nasional melalui Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Sehingga masyarakat luas serta dunia usaha berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Dalam kata lain, anggaran Rp200 juta untuk penggunaan pengadaan barang dan jasa pemerintah, termasuk pengadaan konsultansi yang menggunakan dana APBD atau APBN harus dilakukan lelang umum. Apalagi, penggunaannya mencapai Rp1,2 milyar.
BAB V, Bagian Pertama Pasal 26 ayat (1) tertulis, swakelola merupakan kegiatan pengadaan barang dan jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan atau kelompok masyarakat. Ayat (2), pekerjaan dapat dilakukan swakelola meliputi : pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan atau memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya manusia serta sesuai dengan tugas pokok K/L/D/I.
Pekerjaan operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat. Pekerjaan dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaan tidak diminati penyedia barang dan jasa. Pekerjaan secara rinci atau detail tidak dapat dihitung, ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh penyedia barang dan jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan risiko besar.
Penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan. Pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei bersifat khusus untuk pengembangan teknologi, metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh penyedia barang dan jasa. Pekerjaan survei, pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium dan pengembangan sistem tertentu.
Pekerjaan bersifat rahasia bagi K/L/D/I bersangkutan. Pekerjaan industri kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri. Penelitian dan pengembangan dalam negeri dan atau pekerjaan pengembangan industri pertahanan, industri alutsista dan industri almatsus dalam negeri. Lalu, kegiatan jasa konsultansi Kajian Akademis Pemekaran Kabupaten Natuna Barat dan Selatan layak di swakelola?
Diunggah dari website Pemerintahan Kota Subang, bahwa pemerintah kabupaten berada dibawah naungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat itu telah melakukan Kajian Pemekaran Daerah Kabupaten Subang, dengan anggaran sebesar Rp321 juta. Namun dalam pelelangan kajian pemekaran menggunakan jasa konsultansi pada 26 September 2011, Pemerintah Subang melalui Bagian Umum-nya, alias bukan melalui Setwan. Dalam pelelangan, pagu anggaran Rp321 juta, Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sekitar Rp291 juta, perusahaan pemenang, PT. Sae Citra Endah beralamat Jalan Malang, Bandung.
Sementara, di buku APBD Perubahan Natuna 2012, pada organisasi Setwan, kode rekening 1.20.1.20.04.15.16.5.2.2.21.01, dengan uraian rekening tentang Belanja Jasa Konsultasi Penelitian sebesar Rp1,2 milyar. Di bagian penjelasan, dana itu digunakan untuk Biaya Kajian Akademis Proposal Pemekaran Kabupaten dengan nilai sama, sebesar Rp1,2 milyar.
Di bagian tambah atau kurang tertulis 100 persen. Apakah, maksud 100 persen, dananya dipergunakan? Hanya aparat penegak hukum, seperti Kejaksaan atau Kepolisian punya wewenang menyidiki. Karena aparat penegak hukum bisa meminta laporan penggunaan dana, apa benar Dana Kajian Pemekaran 2012 itu, sudah dipergunakan atau kembali ke Kas Daerah?
Di buku APBD Murni Natuna 2013, pada organisasi Setwan, kode rekening 1.20.1.20.04.15.16.5.2.2.21 tentang Belanja Jasa Konsultasi sekitar Rp389 juta. Di bagian penjelasan, dana itu dibagi dua mata anggaran, dengan nama, Biaya Kajian Akademis Proposal Pemekaran Kabupaten Natuna Barat sebesar Rp190 juta, dan Biaya Kajian Akademis Proposal Pemekaran Kabupaten Natuna Selatan sebesar Rp190 juta. Di beberapa bagian uraian maupun penjelasan tidak tertulis 100 persen (lihat tabel : Dana Kajian Pemekaran Kabupaten Natuna Barat dan Selatan di Sekretariat DPRD Natuna).
Lalu, bagaimana bisa Dana Kajian Pemekaran masuk ke mata anggaran Setwan? Makmur setengah ragu-ragu, menyarankan awak media ini bertanya pada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Natuna. “Tanya TAPD saja, kenapa dianggarkan di Setwan,” katanya sambil menerangkan, bahwa urusan di Setwan, bukan menjadi tanggungjawabnya lagi, melainkan Setwan baru (Marzuki yang sama dengan Makmur dilantik pada Senin 24 Juni 2013, sebelumnya Marzuki menjabat Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Natuna-red). “Saya sudah serah terima tanggungjawab dengan Sekwan baru,” kata Makmur lagi.
Ketua TAPD Natuna Syamsurizon saat dikonfirmasi diruang kerjanya yang menyatu dengan Kantor Bupati Natuna, belum bisa ditemui, karena sedang rapat. Dihubungi melalui pesan singkat (SMS/Sort Masage System), Sekretaris Daerah itu membalas, supaya konfirmasi pada Bagian Pembangunan Setda Natuna.
Namun Setwan Natuna Marzuki, dikonfirmasi melalui pesan singkat tidak mau membalas. “Wah, saya tidak bisa komentar,” kata Kepala Bagian Pembangunan Setda Natuna Mustafa, dihalaman depan luar ruang rapat paripurna DPRD Natuna, Jumat siang 16 Agustus 2013. Sekretaris TAPD Natuna itu mau berkomentar, jika bersama dengan Sekda Natuna. “Saya siap menjelaskan, jika mendampingi Pak Sekda,” katanya lagi, didengar Ketua Komisi III DPRD Natuna Mustamin Bakri.
Mustamin, politisi Partai Golkar Natuna yang juga menjabat Ketua Umum Badan Pembentukan Kabupaten Kepulauan Natuna Barat (BPK2NB), yang mencakup Kecamatan Bunguran Barat, Bunguran Utara, Pulau Laut dan Pulau Tiga. Sedangkan Ketua Umum Badan Pembentukan Kabupaten Kepulauan Natuna Selatan (BPK2NS) yang mencakup Kecamatan Serasan, Serasan Timur, Midai dan Subi, adalah Hadi Candra. Ketua Partai Golkar Natuna itu juga memegang jabatan Ketua DPRD Natuna.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 1 ayat (3) tertulis, badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dana bersumber dari APBD atau APBN, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran daerah atau negara.
Bagian Kedua, Pasal 3, undang-undang ini bertujuan menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik.
Mewujudkan penyelenggaraan negara yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan. Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan atau meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi berkualitas.
Bagian Kesatu, Pasal 4 ayat (1), setiap orang berhak memperoleh informasi publik sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. Ayat (2), setiap orang berhak melihat dan mengetahui informasi publik, menghadiri pertemuan publik terbuka untuk umum agar memperoleh informasi publik, mendapatkan salinan informasi publik melalui permohonan sesuai dengan undang-undang ini, dan atau menyebarluaskan informasi publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga Pasal 6 ayat (3), informasi publik yang tidak dapat diberikan oleh badan publik, informasi membahayakan negara, informasi berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat, informasi berkaitan dengan hak-hak pribadi, informasi berkaitan dengan rahasia jabatan dan atau informasi publik diminta belum dikuasai atau didokumentasi.
BAB XI Ketentuan Pidana Pasal 52, badan publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan dan atau tidak menerbitkan informasi publik berupa informasi publik secara berkala, wajib diumumkan serta-merta, tersedia setiap saat, dan atau diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan undang-undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama satu tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp5 juta.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tertulis, bahwa tindak pidana korupsi selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa. Jadi, Pak Makmur terbuka saja, siapa yang menyuruh menganggarkan dana kajian pemekaran di Setwan, jelas-jelas salah kamar? (*andi surya)
Update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari KABARTERKINI.co.id. Ayo bergabung di Facebook dan Instagram KABARTERKINI.co.id, atau klik link https://www.kabarterkini.co.id