JAKARTA, KABARTERKINI.co.id – Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Firdaus menyayangkan sikap Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) memberhentikan dokter Terawan Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Padahal mantan Menteri Kesehatan itu punya segudang pengalaman, serta diakui dunia kedokteran.
“Pak Terawan pernah menjadi ketua organisasi dokter militer dunia, ICMM dan Majelis Etik Kedokteran RSPAD selama dua tahun. Lalu, beliau purnawirawan Letnan Jenderal TNI AD dengan gelar cukup mumpuni. Jadi sangat rugi Indonesia, jika Pak Terawan tidak bisa aktif di dunia kesehatan,” kata Firdaus melalui keterangan tertulis dikutip SMSI Kepri, Kamis 7 April 2022.
Sementara, alasan MKEK memberhentikan Terawan dari keanggotaan IDI ada masalah besar pada metode digital subtraction angiography (DSA) atau ‘cuci otak’. Mengingat metode ini diperkenalkan oleh Terawan.
“Terdapat bagian-bagian tertentu dari disertasi Terawan yang mengandung kelemahan substansial,” kata perwakilan MKEK, Rianto Setiabudi yang juga dokter spesialis farmakologi klinik yang membidangi bidang obat, saat rapat bersama Komisi IX DPR, Senin 4 April 2022 lalu.
Namun, timpal Firdaus, dalam disertasi DSA, Terawan tentu telah mempersiapkan dengan matang dan cermat. Terlebih distertasi diuji secara ilmiah dihadapan sejumlah guru besar Unhas Makasar.
“Saya mengenal Pak Terawan sewaktu pasang ring di RS Gatot Subroto. Waktu saya mengenalnya, beliau telah melakukan riset tentang DSA, bahkan telah melahirkan 12 jurnal internasional dan ada enam orang doktor, termasuk Pak Terawan,” tegasnya.
Saat menyelesaikan program doktoralnya di Unhas Makasar, menurut Firdaus, Terawan menyusun disertasi dengan judul “Efek Intra Arterial Heparin Flushing terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis.”
“Yang menjadi pertanyaan masyarakat, jika Pak Terawan dicabut ijin prakteknya karena terkait DSA yang dianggap mengandung kelemahan substansial, bagaimana dengan praktek-praktek yang dilakukan para dokter di sejumlah rumah sakit?” tanya Firdaus.
“Bahkan ada oknum dokter di salah satu rumah sakit yang mengaku-ngaku murid Pak Terawan demi menggaet pasien,” ungkapnya yang pernah menjadi Ketua PWI Banten dua periode itu lagi.
Terawan sendiri, sambung Firdaus, tidak mau mempatenkan temuannya, karena merasa temuan ini adalah anugerah dari Tuhan. Sehingga dengan senang hati dia akan melatih para dokter ingin belajar darinya.
“Sudah banyak dokter diajarkan teknik DSA secara langsung oleh Pak Terawan. Apakah mereka harus dicabut izin prakteknya? Juga para dokter lain tidak berguru dengan Pak Terawan namun beroperasi di sejumlah rumah sakit lainnya dan tidak pernah melakukan uji klinis, apakah dipecat juga?” katanya.
“Terawan itu dokter yang kreatif dan inovatif serta visioner. Mengapa harus dipermasalahkan dan dipecat dari keanggotaan IDI? Bukankah bagi masyarakat yang penting dokter itu bisa memberikan manfaat kesehatan dan berguna bagi pasiennya?” katanya lagi.
Firdaus yang memimpin organisasi media siber terbesar di dunia versi MURI ini mengatakan, dalam IDI harusnya ada kebersamaan, ada kompetisi tanpa eliminasi. Dalam kebersamaan itu ada saling ketergantungan yang saling melengkapi bukan mengkriminalisasi.
“Dalam kebersamaan harus terwujud kesederajatan, persamaan hak dan martabat agar menjadi harmoni. Melalui relasi kasih sayang, harusnya IDI memandang sejawat dengan sikap mengasihi,” imbuhnya.
Ada seratus ribu lebih pasien DSA, papar Firdaus, yang bersyukur karena telah diselamatkan melalui tangan Terawan. Di luar sana masih banyak lagi yang menanti untuk dapat lepas dari penderitaan.
“Semestinya kita utamakan pelayanan kesehatan demi kemanusiaan. Kemudian prosedur birokrasi organisasi secara komprehenship,” pungkas Firdaus. (*andi surya)